bitcoin investasi penuh resiko ? - Jelmakham a
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

bitcoin investasi penuh resiko ?

Bitcoin semakin merebak sebagai mata uang virtual dan instrumen investasi saat ini. Masyarakat juga harus waspada dengan pembayaran melalui Bitcoin. Bank Indonesia pun secara resmi sudah menyatakan bitcoin bukan alat pembayaran yang sah.

Hal tersebut disampaikan oleh Bayu Martanto, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi. Bayu menyebutkan bahwa, Pemerintah Indonesia bersama Bank Indonesia hingga kini tidak mengakui Bitcoin sebagai alat pembayaran.
Bayu mengatakan, Di Indonesia, BI tidak mengakuinya sebagai alat pembayaran yang sah, alat pembayaran satu-satunya adalah Rupiah. Selain dianggap sebagai mata uang virtual, Bitcoin juga telah berubah menjadi instrumen investasi.

Untuk hal ini pun pemerintah belum mengakuinya. “Terkait investasi maka setiap lembaga harus berada dibawah naungan OJK dalam hal perizinan,” tegasnya.

Bayu menilai, mengenai investasi bitcoin memiliki resiko yang sangat besar karena nilainya yang sangat fluktuatif dan tidak ada satupun otoritas yang menjamin dan bertanggung jawab terhadap investasi di Bitcoin. “Masyarakat harus paham hal itu, Bank Sentral tidak mengakuinya sebagai alat pembayaran, begitu juga untuk investasi harus izin OJK,” imbuhnya.

Lanjutnya, dengan tidak diakuinya Bitcoin sebagai alat pembayaran ini bukan berarti bank sentral tidak mengikuti perkembangan digital saat ini namun resiko yang ditimbulkan Bitcoin sangat besar.

Oleh karena itu, BI terus menghimbau kepada masyarakat untuk tidak menggunakan Bitcoin baik sebagai alat pembayaran maupun untuk investasi.

“Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah,” paparnya.

Kepemilikan virtual currency (mata uang virtual) sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga virtual currency serta nilai perdagangan sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan (bubble) serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat.

Oleh karena itu, Bank Indonesia memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli atau memperdagangkan virtual currency.

Bank Indonesia sebagai otoritas di bidang Moneter, Stabilitas Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran senantiasa berkomitmen menjaga stabilitas sistem keuangan, perlindungan konsumen dan mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Sementara itu, Kepala OJK Provinsi Jambi, Endang Nuryadin mengatakan bahwa Satgas Waspada Investasi mengimbau masyarakat agar waspada terhadap penawaran Bitcoin atau virtual currency yang saat ini marak.

“virtual currency bukan merupakan instrumen keuangan yang memiliki regulasi.Perdagangan virtual currency lebih bersifat spekulatif karena memiliki risiko yang sangat tinggi.

beberapa entitas yang menawarkan virtual account bukan bertindak sebagai marketplace tetapi memberikan janji imbal hasil tinggi apabila membeli virtual account,” jelasnya.

Lanjutnya, BI juga menyatakan bahwa virtual currency tidak dapat digunakan sebagai alat tukar.